Rabu, 18 Maret 2009

HAK dan KEWAJIBAN SUAMI-ISTRI

Sering kita menyaksikan di media, banyak terjadi perselisihan antara suami-istri padahal masalah sesungguhnya (mungkin) tidaklah terlalu besar. Mungkin lebih besar ego dari anggota pasangan suami-istri itu sendiri ketimbang masalah yang sebenarnya. Tidak heran jika banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban suami-istri.
Pada ulasan berikut akan dikaji secara jelas dari aspek keagamaan menyangkut hak dan kewajiban suami-istri, yang saya salin dari http://www.almanhaj.or.id/ tanpa melalui proses editing.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTRI :
Istri Harus Berhias dan Mempercantik Diri Untuk Suami
Seorang isteri tidak boleh meremehkan kebersihan dirinya, sebab kebersihan merupakan bagian dari iman. Dia harus selalu mengikuti sunnah, seperti membersihkan dirinya, mandi, memakai minyak wangi dan merawat dirinya agar ia selalu berpenampilan bersih dan harum di hadapan suaminya, hal ini menyebabkan terus berseminya cinta kasih di antara keduanya dan kehidupan ini akan terasa nikmat. Berhias untuk suami adalah dianjurkan selagi dalam batas-batas yang tidak dilarang oleh syari’at, seperti mencukur alis, menyambung rambut, mentato tubuhnya dan lainnya. Seorang isteri ideal selalu nampak ceria, lemah lembut dan menyenangkan suami. Jika suami pulang ke rumah setelah seharian bekerja, maka ia mendapatkan sesuatu yang dapat menenangkan dan menghibur hatinya. Jika suami mendapati isteri yang bersolek dan ceria menyambut kedatangannya, maka ia telah mendapatkan ketenangan yang hakiki dari isterinya.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTRI :
Istri Diperintahkan Tinggal Di Rumah Untuk Mengurus Rumah Tangga
Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at Islam yang mulia. Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus anak-anaknya. Menurut ajaran Islam yang mulia, isteri tidak dituntut atau tidak berkewajiban ikut keluar rumah mencari nafkah, akan tetapi ia justru diperintahkan tinggal di rumah guna menunaikan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan kepadanya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTRI :
Istri Harus Banyak bersyukur dan Tidak Banyak Menuntut
Seorang isteri diperintahkan untuk bersyukur kepada suaminya yang telah memberikan nafkah lahir dan batin kepadanya. Karena dengan syukurnya isteri kepada suaminya dan tidak banyak menuntut, maka rumah tangga akan bahagia. Isteri yang tidak bersyukur kepada suaminya dan banyak menuntut merupakan pertanda isteri tidak baik dan tidak merasa cukup dengan rizki yang Allah karuniakan kepadanya. Perintah syukur ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengancam dengan masuk Neraka bagi para wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan pada hari Kiamat Allah Ta’ala pun tidak akan melihat seorang wanita yang banyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTRI :
Istri Harus Taat kepada Suami

Setelah wali atau orang tua sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” Sujud merupakan bentuk ketundukan sehingga hadits tersebut di atas mengandung makna bahwa suami mendapatkan hak terbesar atas ketaatan isteri kepadanya. Sedangkan kata: “Seandainya aku boleh...,” menunjukkan bahwa sujud kepada manusia tidak boleh (dilarang) dan hukumnya haram. Sang isteri harus taat kepada suaminya dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam agama). Misalnya ketika diajak untuk jima’ (bersetubuh), diperintahkan untuk shalat, berpuasa, shadaqah, mengenakan busana muslimah (jilbab yang syar’i), menghadiri majelis ilmu.
HAK ISTRI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI :
Berlaku Adil dan Waspada Terhadap Fitnah Wanita
Kecintaan suami terhadap isterinya dan kecintaan isteri terhadap suaminya tidak boleh menjadikan keduanya mengharamkan apa yang telah Allah halalkan dan menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, atau melakukan dosa-dosa dan maksiat karena ingin mendapat keridhaan masing-masing dari keduanya atas yang lain. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda. "Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan wanita, karena fitnah yang pertama kali terjadi pada bani Israil adalah karena wanita.” Hendaklah seorang muslim benar-benar waspada terhadap fitnah ini, karena di antara manusia ada yang terseret oleh kecintaannya yang berlebihan terhadap isterinya sehingga ia berbuat durhaka kepada orang tua, memutuskan silaturahmi dan berbuat kerusakan di bumi, sehingga laknat Allah akan menimpanya.
HAK ISTRI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI :
Mengajarkan Ilmu Agama, Menasihati Dengan Cara Yang Baik
Di antara hak seorang isteri yang harus dipenuhi suaminya adalah memberikan pendidikan dan pengajaran dalam perkara agama. Dengan memahami dan mengamalkan agamanya, seseorang akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika ia tidak sanggup untuk mengajarkannya, hendaklah seorang suami mengajak isteri dan anaknya untuk bersama-sama hadir di dalam majelis ilmu yang mengajarkan Islam berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih, mendengarkan apa yang disampaikan, memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan hadirnya suami-isteri di majelis ilmu akan menjadikan mereka sekeluarga dapat memahami Islam dengan benar, beribadah dengan ikhlas mengharapkan wajah Allah ‘Azza wa Jalla semata serta senantiasa meneladani Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
HAK ISTRI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI :
Jangan Memukul Wajahnya, Jangan Menjelekkan Istri
Pada zaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ada sebagian Shahabat yang memukul isterinya, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Namun ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu mengadukan atas bertambah beraninya wanita-wanita yang nusyuz (durhaka kepada suaminya), sehingga Rasul memberikan rukhshah untuk memukul mereka. Para wanita berkumpul dan mengeluh dengan hal ini, kemudian Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya mereka itu (yang suka memukul isterinya) bukan orang yang baik di antara kamu". Dari ‘Abdullah bin Jam’ah bahwasanya ia telah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana mungkin seseorang di antara kalian sengaja mencambuk isterinya sebagaimana ia mencambuk budaknya, lalu ia menyetubuhinya di sore harinya?” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan tentang laki-laki yang baik, yaitu yang baik kepada isteri-isterinya.
HAK ISTRI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI :
Memberinya Pakaian
Jika seorang suami malu dan risih dengan pakaian yang tidak menutup aurat -dengan celana pendek misalnya- untuk pergi ke kantor, maka hendaknya dia juga merasa risih ketika mengetahui bahwa isterinya pergi ke pasar, ke tempat umum atau keluar rumah dengan aurat terbuka. Sehingga orang-orang yang jahil dan berakhlak buruk turut melihat keindahan tubuh isteri yang dicintainya. Seorang suami hendaknya memiliki rasa cemburu dalam masalah ini, karena kalau tidak, niscaya dia akan menjadi dayyuts (membiarkan kejelekan yang timbul dalam rumah tangganya), dan ini akan menjadi awal malapetaka yang dapat menghancurleburkan kehidupan rumah tangga yang telah dibangun dan dibinanya dengan susah payah. Seorang suami hendaknya menasihati isterinya dalam masalah pakaian ini sehingga isterinya tidak melanggar batas-batas yang telah ditetapkan syari’at dan menyempurnakannya dengan pakaian terbaik menurut syari’at Islam.
HAK ISTRI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI :
Memberinya Makan
Kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah, meskipun ia dalam keadaan serba kekurangan, tentunya hal ini disesuaikan dengan kadar rizki yang telah Allah berikan kepada dirinya. Memberikan nafkah kepada isteri hukumnya adalah wajib. Sehingga dalam mencari nafkah, seseorang tidak boleh bermalas-malasan dan tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain serta tidak boleh minta-minta kepada orang lain untuk memberikan nafkah kepada isteri dan anaknya. Sebagai kepala rumah tangga, seorang suami harus memiliki usaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai kemampuannya. Perbuatan meminta-minta menurut Islam adalah perbuatan yang sangat hina dan tercela. Burung saja, yang diciptakan oleh Allah ‘Azza wa Jalla tidak sesempurna manusia yang dilengkapi dengan kemampuan berpikir dan tenaga yang jauh lebih besar, tidak pernah meminta-minta dalam mencari makan dan memenuhi kebutuhannya.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTRI MENURUT SYARIAT ISLAM YANG MULIA
Seseorang yang berlimpah harta belum tentu merasa tenang dan bahagia dalam kehidupannya, terlebih jika ia belum menikah atau justru melakukan pergaulan di luar pernikahan yang sah. Kehidupannya akan dihantui oleh kegelisahan. Dia juga tidak akan mengalami mawaddah dan cinta yang sebenarnya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, "Tidak pernah terlihat dua orang yang saling mencintai seperti (yang terlihat dalam) pernikahan.” Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat belaka, bukan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia tidak akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam perbuatan dosa dan laknat Allah. Terlebih lagi jika mereka hidup berduaan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Mereka akan terjerumus dalam lembah perzinaan yang menghinakan mereka di dunia dan akhirat.
RUMAH TANGGA YANG IDEAL
Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketentraman jiwa), mawaddah (rasa cinta) dan rahmah (kasih sayang). Allah Ta’ala berfirman. "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir". Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau isteri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajiban serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing, serta melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab, ikhlas serta mengharapkan ganjaran dan ridha dari Allah Ta’ala
HAK SUAMI :
Kepemimpinan Laki-laki atas Wanita, Mengucilkan Istri Jika Tidak Menunaikan Nasihat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “… Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka … .” Jika tidak melaksanakan perintahnya setelah menasihatinya dan mengingatkannya kepada apa yang Allah wajibkan atasnya supaya mempergauli suaminya dengan baik dan mengatakan kepadanya dengan lemah lembut: “Jadilah engkau wanita yang shalih, yang taat, yang memelihara kehormatan ketika suami tidak ada di rumah, dan janganlah engkau termasuk wanita demikian dan demikian,” ia mengingatkan kepadanya tentang kematian, kubur dan negeri akhirat. Jika nasihat dan peringatan dengan lemah lembut ini tidak membawa hasil, maka kucilkanlah. Ibnu Katsir berkata tentang tafsir ayat ini: “Ali bin Abi Thalhah menuturkan dari Ibnu ‘Abbas: ‘Pengucilan ialah suami tidak mencampuri isterinya dan tidak menidurinya di atas ranjangnya serta membelakangi punggungnya.” Yang lain menambahkan: “Bersamaan dengan itu, ia tidak berbicara dan tidak bercakap-cakap dengannya.’”
HUKUM MEMBEBANI SUAMI DENGAN BERBAGAI PERMINTAAN
Ini termasuk pergaulan yang buruk, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya” . Maka seorang isteri tidak boleh menuntut sesuatu melebihi kemampuan suami dalam memberi nafkah dan tidak boleh pula menuntut sesuatu melebihi tradisi yang berlaku, walaupun suaminya mampu memenuhi, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. "Dan bergaullah dengan mereka secara patut”
Copied by : irf, 01/03/09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar