Selasa, 24 Maret 2009

SEKAPUR SIRIH

Masjid Al-Kahfi Bandung dibangun diatas lahan sekitar 300 meter persegi pada 6 oktober 2003 dan mulai digunakan pada April 2004. Kini, awal Pebruari 2013 (Insya Allah) Masjid Al-Kahfi akan segera diperluas bangunan pada sisi kanan dan kiri serta belakang.

Ada yang istimewa dari bangunan masjid Al-Kahfi, yaitu kubah berwarna emas berdiameter 5 meter dan tinggi 2,5 meter, terbuat dari bahan composite fiber, dengan bobot kurang dari 500 kg. Bahan tersebut sangat ringan, kuat dan tahan terhadap karat dan korosi serta bebas perawatan. Disusun atas 16 keping dan bersifat knock-down. Pada puncak kubah terdapat lima bulatan tembaga, yang melambangkan rukun Islam.

Keberadaan masjid Al-Kahfi diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pembinaan umat, khususnya warga yang berada di sekitar lingkungan masjid.

Tentu saja partisipasi dari seluruh masyarakat sangat diharapkan dalam rangka mengembangkan fungsi masjid Al-Kahfi, baik sebagai sarana tempat ibadah, sarana pendidikan agama, dan sarana kegiatan sosial kemasyarakatan yang agamis.

Dibutuhkan perhatian dan tanggung-jawab yang besar dari seluruh masyarakat untuk senantiasa menjaga dan memelihara "baitullah" tersebut, baik dalam bentuk materi maupun spiritual. Masjid Al-kahfi bukanlah milik satu golongan atau milik satu komunitas, tapi masjid ini adalah milik seluruh umat muslim sehingga siapapun dapat menggunakannya untuk kepentingan ibadah kepada Allah SWT.

Untuk masa datang, pengurus DKM merasa perlu mencari dan mempersiapkan orang-orang yang memiliki kemapanan ilmu agama sehingga syiar agama melalui masjid Al-Kahfi makin berkualitas dan makin memberi pengaruh positif dalam pembinaan akhlak.

Wassalam,

Salurkan Zakat, Infaq dan Sodaqoh

Salurkan Zakat, Infaq dan Sodaqoh saudara melalui masjid Al-KAhfi, nomor rekening 0885-01-018889-53-1 BRI Unit Margacinta-Bandung atas nama Masjid Al Kahfi

Insya Allah, mulai Pebruari 2013, Masjid Al-Kahfi akan diperluas bangunannya tanpa merombak bangunan utama/bangunan lama masjid. Oleh karena itu, kami mengajak seluruh kaum muslimin/muslimat dimanapun berada untuk dapat berpartisipasi mensukseskan program pembangunan masjid Al-Kahfi.

Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan selama ini, mari kita tingkatkan ibadah kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Rabu, 18 Maret 2009

15 MAKSIAT YANG AKAN MENYEBABKAN MALAPATEKA

Banyak orang menyadari bahwa hidup dunia sangat singkat dan bersifat sementara. Namun kesadaran ini kebanyakan tidak diikuti dengan perilaku yang menghargai waktu. Alhasil, waktu sering terbuang percuma tanpa kita sadari.
Ketahuilah, wahai saudaraku! Waktu, bagi seorang muslim yang menyadari betapa berharganya tujuan hidupnya di dunia, tidak akan dibiarkan berlalu begitu saja dengan sia-sia. Ia tidak mengatakan seperti perkataan orang Barat materialis yang cinta dunia, time is money. Tapi ia mengatakan "waktu itu untuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala". Umur kita pendek, waktu kita cuma sedikit, sementara kita harus mempersiapkan bekal yang banyak untuk menempuh perjalanan menuju kampung akhirat, bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Barangkali kita semua menyadari bahwa waktu hidup kita di dunia memang hanya sebentar, tidak ada yang hidup kekal. Namun entah mengapa kebanyakan dari kita tidak bisa menjaga waktu dengan baik sehingga waktu berlalu sia-sia tanpa diisi dengan amal kebaikan.
Saudaraku…! Di antara waktu-waktu yang kita miliki, ada waktu lapang, waktu senggang, atau waktu yang kosong dari kesibukan. Dan waktu luang ini merupakan kenikmatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mesti digunakan sebaik-baiknya sebagai tanda syukur kepada-Nya. Namun kenyataannya, kebanyakan dari kita lalai akan nikmat ini sehingga kita pun merugi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan dalam sabdanya yang agung:
"Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia merugi (terhalang dari mendapat kebaikan dan pahala) di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang." (HR. Al-Bukhari no. 6412)
Hadits yang mulia di atas memberikan beberapa faedah kepada kita:
Pertama: sepantasnya bagi kita memanfaatkan waktu sehat dan waktu luang untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mengerjakan kebaikan-kebaikan sebelum hilangnya dua nikmat itu. Karena, waktu luang akan diikuti dengan kesibukan, dan masa sehat akan disusul dengan sakit.
Kedua: Islam sangat memperhatikan dan menjaga waktu. Karena waktu adalah kehidupan, sebagaimana Islam memperhatikan kesehatan badan di mana akan membantu sempurnanya agama seseorang.
Ketiga: Dunia adalah ladang akhirat. Maka sepantasnya seorang hamba membekali dirinya dengan takwa dan menggunakan kenikmatan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk taat kepada-Nya.
Keempat: Mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah dengan menggunakan nikmat tersebut untuk taat kepada-Nya. (Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhis Shalihin, 1/180-181)
Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah berkata: "Banyak orang merugi di dalam dua jenis kenikmatan ini, nikmat sehat dan waktu luang. Karena bila seorang insan dalam keadaan sehat, ia mampu menunaikan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan kepadanya dan mampu meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala larang. Dadanya dalam keadaan lapang dan hatinya tenang. Demikian pula waktu luang, bila memang ada orang lain yang menyiapkan dan mencukupi kebutuhannya, ia pun lepas dari beban pekerjaan.
Namun bila seseorang punya waktu luang dan ia dalam keadaan sehat, maka ia banyak merugi di dalamnya. Karena kebanyakan waktu yang ada, kita sia-siakan tanpa faedah. Kita memang tidak mengetahui kerugian ini di dunia, akan tetapi nanti ketika ajal telah datang dan ketika terjadi hari kiamat, barulah seorang insan menyadarinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Hingga ketika datang kematian menjemput salah seorang dari mereka, ia pun berkata: 'Wahai Rabbku, kembalikanlah aku ke dunia agar aku bisa mengerjakan amal shalih yang dulunya aku tinggalkan'." (Al-Mukminun: 99-100)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman: "Sebelum datang kematian menjemput salah seorang dari kalian, hingga ia berkata: 'Wahai Rabbku, seandainya Engkau menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.' Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang waktunya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan." (Al-Munafiqun: 10-11)
Kenyataan yang ada, banyak waktu kita berlalu sia-sia tanpa kita manfaatkan dan kita pun tidak bisa memberikan manfaat kepada salah seorang dari hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kita tidak merasakan penyesalan akan hal ini kecuali bila ajal telah datang. Ketika itu seorang insan pun berangan-angan agar ia diberi kesempatan kembali ke dunia walau sedetik untuk beramal kebaikan, akan tetapi hal itu tidak akan didapatkannya."
Asy-Syaikh rahimahullah juga menyatakan: "Terkadang nikmat ini luput sebelum datangnya kematian pada seseorang, dengan sakit yang menimpanya hingga ia lemah untuk menunaikan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala wajibkan terhadapnya, ia merasakan dadanya sempit tidak lapang dan ia merasa letih. Terkadang datang kesibukan pada dirinya dengan mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan keluarganya sehingga ia terluputkan dari menunaikan banyak dari amal ketaatan.
Karena itulah sepantasnya bagi insan yang berakal untuk memanfaatkan waktu sehat dan waktu luangnya dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan kemampuannya. Jika ia dapat membaca Al Qur'an, maka hendaklah ia memperbanyak membacanya. Bila ia tidak pandai membaca Al Qur'an maka ia memperbanyak zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bila ia tidak dapat melakukan hal itu, maka ia melakukan amar ma'ruf nahi mungkar. Atau mencurahkan apa yang ia mampu berupa bantuan dan amal kebaikan kepada saudara-saudaranya. Semua ini adalah kebaikan yang banyak namun luput dari kita dengan sia-sia." (Syarah Riyadhis Shalihin, 1/451-452)
Saudaraku… mudah-mudahan apa yang tertulis dalam lembaran ini memberi faedah kepada kita. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar Dia memberi taufik kepada kita untuk beramal kebaikan sepanjang waktu kita di dunia ini dan semoga Dia memudahkan kita untuk menjaga waktu dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan amal ketaatan kepada-Nya sebagai tanda syukur akan nikmat-Nya. Mudah-mudahan dengan begitu, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan terus mengekalkan nikmat-Nya kepada kita dan menambahnya dengan kemurahan dari sisi-Nya.
"Dan ingatlah ketika Rabbmu memaklumkan: 'Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat itu kepada kalian. Dan jika kalian mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'." (Ibrahim: 7)
Wallahu ta'ala a'lam bish-shawab.
(Dikutip dari http://www.asysyariah.com, Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah, Judul: Nikmat yang Dilalaikan)
disunting oleh : irf

SIMPANAN YANG TAK AKAN SIRNA

Manusia umumnya gemar menumpuk atau menimbun harta. Namun mungkin tak pernah disadari bahwa harta mereka yang hakiki adalah yang disuguhkan pada kebaikan.

Banyak orang berlomba-lomba mencari harta dan menabungnya untuk simpanan di hari tuanya. Menyimpan harta tentunya tidak dilarang selagi ia mencarinya dari jalan yang halal dan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya atas harta tersebut, seperti zakat dan nafkah yang wajib.

Namun ada simpanan yang jauh lebih baik dari itu, yaitu amal ketaatan dengan berbagai bentuknya yang ia suguhkan untuk hari akhir. Suatu hari yang tidak lagi bermanfaat harta, anak, dan kedudukan. Harta memang membuat silau para pecintanya dan membius mereka sehingga seolah harta segala-galanya. Tak heran jika banyak orang menempuh cara yang tidak dibenarkan oleh syariat dan fitrah kesucian seperti korupsi, mencuri, dan menipu. Padahal betapa banyak orang bekerja namun ia tidak bisa mengenyam hasilnya. Tidak sedikit pula orang menumpuk harta namun belum sempat ia merasakannya, kematian telah menjemputnya sehingga hartanya berpindah kepada orang lain. Orang seperti ini jika tidak memiliki amal kebaikan maka ia rugi di dunia dan di akhirat. Sungguh betapa sengsaranya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (Al-Kahfi: 46)

Dan firman-Nya:

"Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal." (An-Nahl: 96)

Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu meriwayatkan dengan sanadnya dari sahabat Tsauban radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Tatkala turun ayat:

"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak…" (At-Taubah: 34)

Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata: Dahulu kami bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada sebagian safarnya. Lalu sebagian sahabat berkata: "Telah diturunkan ayat mengenai emas dan perak seperti apa yang diturunkan. Kalau seandainya kita tahu harta apa yang terbaik yang kita akan mengambilnya?" Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Yang utama adalah lisan yang berdzikir, hati yang syukur dan istri mukminah yang membantunya (dalam melaksanakan) agamanya." (Shahih Sunan At-Tirmidzi, 3/246-247, no. 3094, cet. Al-Ma'arif)

Tingkatan-tingkatan Amalan

Amal ketaatan yang dijadikan sebagai simpanan memiliki tingkatan keutamaan dari sisi penekanan dalam pelaksanaannya dan dari sisi pengaruh yang muncul darinya. Adapun dari sisi penekanan, amal-amal yang wajib didahulukan dari yang sunnah. Disebutkan dalam hadits qudsi bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan atasnya." (HR. Al-Bukhari, no. 6502)

Demikian pula, sesuatu yang maslahatnya lebih besar didahulukan dari yang lebih kecil. Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullahu berkata: "Menimba ilmu lebih utama daripada shalat sunnah." (Mawa'izh Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 53)

Hal itu karena manfaat dari ilmu sangat luas, yaitu untuk dia dan orang lain. Demikian pula suatu amalan lebih mulia dari yang lainnya karena kondisi, waktu, tempat, dan orang yang melakukannya. Suatu contoh, shadaqah yang dikeluarkan oleh sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, walaupun sebesar dua cakupan tangan tidak bisa tertandingi nilainya dengan shadaqah kita, meskipun sebesar gunung Uhud. Dalam kondisi seorang tidak bisa menggabungkan antara amalan yang mulia dengan yang di bawahnya, maka dia mendahulukan yang lebih mulia. Termasuk kesalahan jika seorang mementingkan amalan yang sunnah sehingga meninggalkan yang wajib.

Luasnya Rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala

Kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap hamba-Nya begitu luas. Kalau saja orang kafir dan ahli maksiat di dunia ini masih selalu diberi rizki oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, padahal mereka berada di atas kesesatannya, maka tentunya orang yang beriman dan beramal shalih akan mendapatkan berbagai limpahan nikmat dan karunia-Nya di dunia ini, serta terus bersambung hingga di hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97)

Orang yang menggabungkan antara iman dan amal shalih akan Allah Subhanahu wa Ta'ala beri kehidupan yang baik di dunia ini, berupa tentramnya jiwa dan rizki yang halal lagi baik. Adapun di akhirat kelak, dia akan memperoleh berbagai kelezatan yang mata belum pernah melihatnya, telinga belum pernah mendengarnya, dan belum pernah terbetik dalam hati manusia.

Termasuk bentuk luasnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah dilipatgandakannya pahala amalan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya(dirugikan)." (Al-An'am: 160)

Demikian pula, amal kebaikan akan mengangkat derajat pelakunya dan menghapus dosa yang dilakukannya.

Barakah Keikhlasan

Tidak akan pernah merugi orang yang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan amalan yang sesuai petunjuk syariat dan dibarengi dengan keikhlasan hati. Orang yang memiliki sifat tersebut akan mendapat barakah pada hartanya, anak keturunannya, dirinya, serta akan diselamatkan dari marabahaya. Dahulu, di zaman Bani Israil ada seorang lelaki yang shalih lalu wafat dan meninggalkan dua anaknya sebagai anak yatim. Kedua anak tersebut, karena kecil dan lemahnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala jaga harta warisan dari orangtuanya sehingga tidak hilang atau rusak, seperti dalam surat Al-Kahfi ayat 82.

Suatu ketika ada tiga orang dari umat sebelum Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bermalam di suatu goa. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba jatuh batu besar hingga menutupi pintunya. Mereka yakin bahwa mereka tidak akan bisa keluar kecuali dengan ber-tawassul (menjadikan amal sebagai perantara) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Masing-masing menyebutkan amalannya yang ia pandang paling ikhlas. Allah Subhanahu wa Ta'ala kabulkan permohonan mereka. Batu tersebut bergeser sehingga mereka bisa keluar dari goa.

Perhatikanlah wahai saudaraku, bahwa orang yang mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan melakukan berbagai ketaatan di saat lapang maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengenalnya di saat dia susah. Sungguh manusia mendambakan kedamaian hidup dan terhindar dari berbagai bencana, tetapi mereka tidak mendapatkannya kecuali ketika mereka tunduk terhadap aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bersimpuh di hadapan-Nya.

Tidak Meremehkan Kebaikan Sekecil Apapun

Allah Maha Adil dan tidak mendzalimi hamba-Nya. Barangsiapa yang melakukan kebaikan sekecil apapun pasti dia akan melihat balasan kebaikannya. Sebagaimana kalau ia berbuat dosa selembut apapun niscaya dia melihat pembalasannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Wahai wanita muslimah, janganlah seorang tetangga menganggap remeh (pemberian) tetangganya, walaupun sekadar kaki kambing." (HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Adab dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Hadits ini adalah larangan bagi yang akan memberikan hadiah untuk menganggap remeh apa yang akan ia berikan kepada tetangganya, walaupun sesuatu yang sedikit. Karena yang dinilai adalah keikhlasan dan kepedulian terhadap tetangganya. Juga, karena memberi sesuatu yang banyak tidak bisa dimampu setiap saat. Demikian pula, hadits ini melarang orang yang diberi hadiah dari meremehkan pemberian tetangganya. (Lihat Fadhlullah Ash-Shamad, 1/215-216)

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya): "Tatkala ada seekor anjing berputar-putar di sekitar sumur yang hampir mati karena haus, tiba-tiba ada seorang wanita pezina dari para pezina Bani Israil. Lalu ia melepas khuf (sepatu dari kulit yang menutupi mata kaki) miliknya, kemudian ia mengambil air dengannya dan memberi minum anjing tersebut. Maka ia diampuni (oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala) karenanya." (Riyadhush Shalihin, Bab ke-13, hadits no. 126)

Lihatlah wahai saudaraku, karena memberi minum seekor binatang yang kehausan, dia mendapatkan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka, orang yang memberi minum manusia, baik dengan cara menggali sumur atau mengalirkan parit dan semisalnya, tentunya sangat besar pahalanya di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya): "Tujuh (perkara) yang pahalanya mengalir bagi hamba sedangkan dia berada di kuburannya setelah matinya: (yaitu) orang yang mengajarkan ilmu, atau mengalirkan sungai, atau menggali sumur, atau menanam pohon kurma, atau membangun masjid atau mewariskan (meninggalkan) mushaf (Al-Qur`an) atau meninggalkan anak yang memintakan ampunan baginya setelah matinya." (HR. Al-Bazzar dan dihasankan oleh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami', no. 3602)

Dan tersebut dalam hadits:

"Ada seorang lelaki melewati suatu dahan pohon di tengah jalan, lalu dia mengatakan: 'Demi Allah, aku akan menyingkirkan dahan ini dari kaum muslimin sehingga tidak mengganggu mereka.' Maka orang tersebut dimasukkan (oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala) ke dalam jannah (surga)." (HR. Muslim, Riyadhus Shalihin Bab Fi Bayani Katsrati Thuruqil Khair)

Coba renungkan hadits tadi dengan baik. Bagaimana orang tersebut dimasukkan ke dalam jannah karena melakukan cabang keimanan yang terendah, yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan. Bagaimana kiranya orang yang melakukan cabang iman yang lebih tinggi dari itu?

Inti dari ini semua, lapangan untuk kita beramal shalih sangatlah banyak. Jika kita tidak mampu mengamalkan suatu kebaikan, maka ada pintu lain yang bisa kita masuki. Juga, terkadang seseorang menganggap suatu amalan itu remeh padahal di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala itu besar. Kemudian yang terpenting pula dari itu, bahwa pahala akhirat itu tidak bisa dibandingkan dengan kenikmatan dunia. Inilah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam haditsnya:

"Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya." (HR. Muslim dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha)

Shalat sunnah sebelum shalat subuh lebih baik daripada dunia dan seisinya, karena apa yang ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala akan kekal. Sedangkan dunia, seberapapun seorang mendapatkannya maka ia akan lenyap.

Harta Kita yang Sesungguhnya

Umumnya, kita menganggap bahwa harta yang disimpan itulah harta kita yang sesungguhnya. Padahal sebenarnya harta kita adalah yang telah kita suguhkan untuk kebaikan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Siapa di antara kalian yang harta ahli warisnya lebih dia cintai dari hartanya (sendiri)?" Mereka (sahabat) menjawab: "Wahai Rasulullah, tidak ada dari kita seorangpun kecuali hartanya lebih ia cintai." Nabi bersabda: "Sesungguhnya hartanya adalah yang ia telah suguhkan, sedangkan harta ahli warisnya adalah yang dia akhirkan." (HR. Al-Bukhari)

Ibnu Baththal rahimahullahu berkata: "Dalam hadits ini ada anjuran untuk menyuguhkan apa yang mungkin bisa disuguhkan dari harta pada sisi-sisi taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kebaikan. Supaya ia nantinya bisa mengambil manfaat darinya di akhirat. Karena segala sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang, maka akan menjadi hak milik ahli warisnya. Jika nantinya ahli waris menggunakan harta itu dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka hanya ahli warisnya yang dapat pahala dari itu. Sedangkan yang mewariskannya hanya dia yang lelah mengumpulkannya…." (Fathul Bari, 11/260)

'Aisyah radhiyallahu 'anha pernah menuturkan bahwa dahulu sahabat menyembelih kambing, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: "Apa yang masih tersisa dari kambing itu?" 'Aisyah berkata: "Tidak tersisa darinya kecuali tulang bahunya." Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Semuanya tersisa, kecuali tulang bahunya." (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2470)

Maksudnya, apa yang kamu sedekahkan maka itu sebenarnya yang kekal di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala dan yang belum disedekahkan maka itu tidak kekal di sisi-Nya. Wallahu a'lam bish-shawab.

(Dikutip dari http://www.asysyariah.com, Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Abdulmu'thi, Lc, Judul: Simpanan yang Tak Akan Sirna)

SYARAT SUATU AMAL DITERIMA OLEH ALLAH SWT

oleh : Husain bin ‘Audah al-‘Awayishah


Sebelum melangkah –wahai saudaraku—seyogianya mengetahui jalan yang dapat menyelamatkanmu, dan janganlah melelahkan dirimu dahulu dengan banyak melakukan amal perbuatan, karena banyak sekali orang yang melakukan perbuatan, sedangkan amal tersebut sama sekali tidak memberikan apa-apa kecuali kelelahan di dunia dan siksa di akhirat,[1] karena itu sebelum melangkah untuk melakukan amal perbuatan, Anda harus mengetahui syarat diterimanya di sis Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam masalah ini ada dua syarat penting lagi agung yang perlu diketahui oleh setiap hamba yang beramal, jika tidak demikian, maka amal tersebut tidak akan diterima:

Pertama, Pelaku yang melakukan amal tersebut hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedua, Amal yang dilakukannya sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam al-Qur’an atau sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam di dalam sunnahnya.

Jika salah satu di antara syarat amal tersebut hilang, maka ia tidak benar (bukan amal shalih) dan tidak akan diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antara dalil yang memperkuat pernyataan di atas adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-Nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar amal itu berupa amal yang shalih, yang maknanya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan di dalam agama, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada pelaku amal tersebut untuk mengikhlaskan karena-Nya dengan tidak mengharap selain-Nya.[2]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah di dalam kitab Tafsiirnya[3] berkata, “Inilah dua rukun amal yang diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu dilakukan dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan sesuai dengan syariat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ungkapan ini diriwayatkan pula dari al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah dan yang lainnya.

Footnote :

[1] Di antara hal ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam: “Banyak sekali orang yang melakuan puasa, tetapi dari puasanya itu mereka tidak mendapatkan apa-apa (pahala) kecuali rasa lapar, dan berapa banyak orang yang melakukan Qiyaamullail, tetapi dari Qiyaamullailnya itu mereka tidak mendapatkan apa-apa (pahala) kecuali begadang.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari hadits Abu Hurairah, dishahihkan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiihul Jaami’ (no. 3482)

[2] Dikutip dari kitab yang berjudul at-Tawassul Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu, makalah yang diungkap oleh al-Albani, lalu disusun rapih oleh Muhammad ‘Ied ‘Abbasi

[3] Tafsir Surah al-Kahfi

Disunting dari : http://ihwansalafy.wordpress.com/

Sumber : Ikhlas Syarat Diterimanya Ibadah, Husain bin ‘Audah al-Awayishah, Cet. 2, Pustaka Ibnu Katsir, 2007

KESALAHAN MAKMUM DALAM SHALAT BERJAMAAH

Termasuk di antara manfaat yang dapat dipetik dari sholat berjamaah ialah saling memberikan pengajaran ilmu syari antar jamaah satu dengan yang lainnya. Salah satu contohnya: Terkadang seorang salah dalam tatacara sholat maka jamaah lain yang tahu kemudian membenarkannya. Inilah rohmat yang Allah turunkan kepada umat ini lewat syariat sholat berjamaah. Berikut ini akan kami sampaikan beberapa kesalahan yang seringkali terjadi dalam praktek sholat berjamaah sebagai bentuk nasihat kepada kaum muslimin secara umum.

Tidak Memperhatikan Kerapian dan Kelurusan Shof

Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wasallam telah bersabda yang artinya, “Sebaik-baik shof bagi laki-laki adalah yang paling depan, sedangkan shof yang paling buruk adalah yang paling akhir. Sedangkan shof yang terbaik bagi wanita adalah paling belakang dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR. Muslim). Tapi sungguh sangat disayangkan sebagian kaum muslimin tidak berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan ini, bahkan mereka malah menghindari dan enggan untuk memposisikan diri pada shof yang pertama, dengan mereka mempersilahkan orang lain untuk berada di shaf depan. Kaidah Fiqhiyah mengatakan: “Mengutamakan orang lain dalam masalah ibadah adalah terlarang”.

Kesalahan lain yang banyak muncul adalah tidak meluruskan ataupun merapatkan shof. Rosululloh bersabda yang artinya, “Luruskan shof-shof kalian, karena lurusnya shof termasuk kesempurnaan sholat.” (HR. Bukhori Muslim)

Mendahului Maupun Menyertai Gerakan Imam

Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya mendahului imam merasa takut kalau Allah merubah kepalanya menjadi kepala keledai.” (HR. Bukhori, Muslim)

“Sesungguhnya ubun-ubun orang yang merunduk dan mengangkat kepalanya mendahului imam berada di dalam genggaman setan.” (HR. Thobroni dengan status hasan)

Adapun larangan membarengi gerakan imam maka dasarnya adalah sabda Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Jika imam telah ruku’ maka ruku’-lah kalian dan jika imam bangkit maka bangkitlah kalian.” (HR. Al Bukhori). Dari hadits ini diambil kesimpulan terlarangnya mengakhirkan atau melambatkan gerakan dari imam. Adapun yang diperintahkan adalah mengikuti atau mengiringi gerakan imam.

Sibuk Dengan Berbagai Macam Doa Sebelum Takbirotul Ihrom

Sering kali kita lihat sebagian kaum muslimin sebelum sholat menyibukkan melafalkan niat. Sebagian mereka membaca surat An Naas dengan dalih untuk menghilangkan was-was setan. Begitu juga ada makmum yang mengatakan: Sami’na wa ‘Atho’na ketika mendengar perintah untuk meluruskan shof dari imam: Sawwuu shufuufakum! Padahal perintah dari imam tadi butuh pelaksanaan, bukan butuh jawaban. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam. Hendaklah kaum muslimin bersegera meninggalkan segala macam tatacara ibadah yang tidak bersumber dari beliau.

Sibuk Dengan Sholat Sunah Padahal Telah Iqomah

Terkadang kita jumpai seseorang yang malah sibuk dengan sholat nafilah/sunnah ketika iqomat telah dikumandangkan atau yang lebih parah malah memulai sholat sunnah baru dan tidak bergabung dengan sholat wajib. Hal ini menyelisihi sabda Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wasallam yang artinya: “Apabila iqomah sudah dikumandangkan, maka tidak ada sholat kecuali sholat wajib.” (HR. Muslim)

Menarik Orang Lain di Shof Depannya Untuk Membuat Shof Baru

Hadits-hadits yang menjelaskan masalah ini bukan termasuk hadits yang yang shohih, maka perbuatan ini tidak boleh dilakukan bahkan dia wajib bergabung dengan shof yang ada jika memungkinkan. Jika tidak maka boleh dia sholat sendiri di shof yang baru, dan sholatnya dianggap sah karena Allah tidaklah membebani seorang kecuali sesuai kemampuannya (Lihat Silsilah Al Hadits Ash Shohihah wal Maudu’at). WAllahu A’lam.

Disalin dari www.syahadat.com

Muamalah Allah Terhadapmu Sesuai Dengan Muamalahmu Terhadap Hamba-Nya

Di dalam sebuah Hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah ta'ala hanya merahmati hamba-hambaNya yang pengasih." (HR. Bukhari).

Bukankahperbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan?, barang siapa yangmengasihi makhluk, maka ia akan dikasihi al-Kholiq (pencipta), Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang pengasih akan di kasihi Dzat yang Maha Pengasih, kasihilah yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu." (HR. Tirmidzi).

Balasan suatu perbuatan sesuai dengan perbuatan tersebut.


Allahta'ala bermuamalah dengan hamba sesuai muamalah hamba terhadapsesamanya, maka bermuamalah-lah dengan hamba Allah ta'ala denganmuamalah yang mana engkau mengharapkan Allah ta'ala bermuamalah sepertiitu terhadapmu.

Allah ta'ala berfirman: "Dan jika kamumemaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnyaAllah ta'ala Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. at-Taghobun: 14). firman Allah ta'ala: "Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin jika Allah ta'ala mengampunimu." (QS. an-Nuur: 22).

Hendaklah engkau senantiasa meringankan beban orang lain supaya Allah ta'ala meringankan bebanmu.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang menolong kesusahan orang muslim, maka Allah ta'ala akan menolongnya dari kesusahan pada hari kiamat." (HR. Bukhari).

Beliau juga bersabda: "Barang siapa yang menyelamatkan orang dari kesusahan, maka Allah ta'ala akan menyelamatkannya dari kesusahan pada hari kiamat." (HR. Ahmad).

Tolonglah orang yang membutuhkan pertolongan, maka kamu akan ditolong Allah ta'ala.


Rasulullah ta'ala bersabda: "Allah ta'ala menolong seorang hamba selagi hamba tersebut menolong sesamanya."

Beliau juga bersabda: "Barang siapa menolong saudaranya yang membutuhkan maka Allah ta'ala akan menolongnya." (HR. Muslim).

Jadilah engkau orang yang mempermudah kesulitan orang lain.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang mempermudah kesulitan orang lain, maka Allah ta'ala akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda: "Terdapatpada umat sebelummu seorang pedagang yang sering memberi pinjamankepada orang lain, jika dia melihat si peminjam dalam kesulitan diaberkata kepada anak-anaknya: 'Maafkan dia (jangan ditagih hutangnya)mudah-mudahan Allah ta'ala mengampuni kita', maka Allah ta'ala punmengampuninya." (HR. Bukhari).

Berlemah-lembutlah terhadap hamba Allah ta'ala maka kamu akan termasuk orang yang didoakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.


"YaAllah, barang siapa yang berlemah-lembut terhadap umatku makaberlemah-lembutlah terhadapnya, dan barang siapa yang mempersulitumatku maka persulitlah ia." (HR. Ahmad).

Beliau juga bersabda: "SesungguhnyaAllah ta'ala adalah Dzat yang maha lemah lembut mencintai kelembutandan memberi pada kelembutan suatu kebaikan yang tidak pernah diberikanpada kekerasan." (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda: "Barang siapa yang tidak memiliki kelembutan maka ia kehilangan suatu kebaikan." (HR. Muslim).

Tutupilah kejelekan (aib) orang lain maka Allah ta'ala akan menutupi kejelekan (aib) mu.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang menutupi kejelekan (aib) seorang muslim maka Allah ta'ala akan menutupi kejelekan (aib) nya." (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda: "Barang siapa yang menutupi aurat (aib) saudaranya (muslim) maka Allah ta'ala akan menutupi aurat (aib) nya pada hari kiamat." (HR. Ibnu Majah).

Pandanglah sedikit kesalahan saudaramu, maka Allah ta'ala akan memandang sedikit pula kesalahan mu.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang memandang sedikit kesalahan seorang muslim maka Allah ta'ala akan memandang sedikit kesalahannya." (HR. Abu Dawud).

Berilah makan faqir miskin, maka Allah ta'ala akan memberimu makan pula.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapasaja di antara orang mukmin yang memberi makan mukmin yang lapar, makaAllah ta'ala akan memberinya makan dari buah-buahan Surga." (HR. Tirmidzi).

Berilah minum orang yang kehausan, maka Allah ta'ala akan memberimu minum pula.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapasaja di antara orang mukmin yang memberi minum mukmin lainnya yangkehausan, maka Allah ta'ala akan memberinya minum pada hari kiamat darikhamar murni yang dilak (tempatnya)." (HR. Tirmidzi).

Berilah pakaian kepada kaum muslimin maka Allah ta'ala akan memberimu pakaian.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapasaja di antara orang mukmin yang memberi pakaian orang yang telanjangmaka Allah ta'ala akan memberinya pakaian hijau dari surga." (HR. Tirmidzi).

Muamalah(hubungan) Allah ta'ala terhadapmu sebagaimana hubunganmu terhadaphamba-Nya, maka pilihlah muamalah yang kau sukai yang mana Allah ta'alaakan me-muamalahimu dengannya, dan pergaulilah hamba-hamba-Nya dengan(pilihanmu) itu maka kamu akan mendapat ganjarannya.

Jauhilah menyakiti sesama (Jika kamu melakukannya) maka Allah ta'ala akan menyiksamu.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah ta'ala akan menyiksa orang-orang yang menyakiti manusia." (HR. Muslim).

Allah Ta'ala berfirman: "Dan(ingatlah) ketika kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) danpengikut-pengikutnya mereka menimpa kepadamu siksaan yangseberat-beratnya." (QS. al-Baqarah: 49).

"Dan pada hari terjadinya kiamat dikatakan kepada malaikat, 'masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat pedih." (QS. Ghofir: 46).

Jauhilahmenyusahkan hamba-hamba Allah ta'ala (Jika kamu melakukannya), makaengkau akan terkena doa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "YaAllah, barang siapa yang mengurus perkara umatku lalu mempersulitmereka maka persulitlah dia dan barang siapa yang mempermudah merekamaka permudahkanlah dia." (HR. Muslim).

Janganlah engkau mencari-cari kesalahan kaum muslimin.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang senantiasa mencari kesalahan seorang muslim, maka Allahta'ala akan senantiasa mencari kesalahannya pula, sehingga akan terbukakesalahannya meskipun (tersembunyi) di dalam mulut unta (kendaraan)nya." (HR. Tirmidzi).

Beliau juga bersabda: "Barang siapa yang membuka aib saudaranya maka Allah ta'ala akan membuka aibnya sampai diperlihatkan kepada keluarganya." (HR. Ibnu Majah).

Janganlah engkau berhati batu (tidak punya belas kasihan).


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang tidak menaruh belas kasihan terhadap sesamanya, maka Allah ta'ala tidak akan mengasihinya." (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda: "Tidaklah dicabut rasa belas kasihan itu kecuali dari hati orang-orang yang celaka." (HR. Tirmidzi).

Apapun muamalah yang engkau suguhkan terhadap manusia, maka kamu akan mendapatkan balasan yang sama di sisi Allah ta'ala.


IbnulQoyyim berkata: "Sesungguhnya Allah ta'ala adalah Dzat yang Maha mulia,mencintai yang mulia dari hamba-hamba-Nya. Dia adalah Dzat yang MahaMengetahui, mencintai orang-orang yang berilmu. Dia adalah Dzat yangMaha Kuasa, mencintai yang gagah berani. Dia adalah Dzat yang MahaIndah, mencintai keindahan. Dia adalah Dzat yang Maha Pengasih,mencintai orang yang pengasih. Dia adalah Dzat yang Maha Menutupi,mencintai orang yang menutupi aib hamba-hamba-Nya. Maha Pemaaf,mencintai yang memaafkan hamba-hamba-Nya. Maha Pengampun, mencintaiyang suka mengampuni hamba-Nya. Maha lemah lembut, mencintai yang lemahlembut dari hamba-hamba-Nya serta membenci yang keras perangainya. Diaadalah Dzat yang Maha Penyantun, mencintai sifat penyantun. Dzat yangMelimpahkan kebaikan, mencintai perbuatan baik serta pelakunya. Dzatyang Maha Adil, mencintai keadilan. Dzat yang Menerima uzur, mencintaiorang yang menerima uzur hamba-hamba-Nya. membalas hamba sesuai denganada atau tidak adanya sifat-sifat tersebut pada diri seorang hamba...maka (sesungguhnya) muamalah Allah ta'ala terhadap hambanya sesuaidengan muamalah hamba terhadap sesamanya... berbuatlah semaumu makaAllah ta'ala akan membalasmu sesuai dengan perbuatanmu terhadap-Nya danterhadap hamba-hamba-Nya.

Maka hendaklah engkau senantiasa memberikan manfaat kepada hamba-hamba Allah ta'ala.


Sebagaimana yangtelah disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barang siapa yang mampu memberikan kemanfaatan kepada saudaranya hendaklah ia lakukan." (HR. Muslim).

Berbuat baiklah terhadap mereka, karena sesungguhnya Allah ta'ala mencintai hamba yang berbuat baik.

Jadilah engkau orang yang senantiasa mempermudah urusan hamba Allah ta'ala serta berlemah-lembut terhadap mereka.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Diharamkan masuk Neraka setiap orang yang pemudah, lemah lembut, dekat dengan manusia." (HR. Ahmad).

Maafkanlahmereka, mudah-mudahan Allah ta'ala mengampuni dosa-dosamu, sesungguhnyaAllah ta'ala tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuatbaik.


***


Oleh: Syaikh Abdul Qoyyim As-Suhaibani
Alih Bahasa: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc.
Posted by : Fadil Bashmeleh -Pengusaha Muslim.com
Copied by : imamrozalifathar

HUKUM SYAR'I BISNIS MULTI LEVEL MARKETING [MLM]

oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali

Banyak pertanyaan seputar bisnis yang banyak diminati oleh khalayak ramai. Yang secara umum gambarannya adalah mengikuti program piramida dalam system pemasaran, dengan setiap anggota harus mencari anggota-anggota baru dan demikian terus selanjutnya. Setiap anggota membayar uang pada perusahaan dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat bonus, semakin banyak anggota dan semakin banyak memasarkan produknya maka akan semakin banyak bonus yang dijanjikan.

Sebenarnya kebanyakan anggota Multi Level Marketing [MLM] ikut bergabung dengan perusahaan tersebut adalah karena adanya iming-iming bonus tersebut dengan harapan agar cepat kaya dengan waktu yang sesingkat mungkin dan bukan karena dia membutuhkan produknya. Bisnis model ini adalah perjudian murni, karena beberapa sebab berikut ini, yaitu :

[1]. Sebenarnya anggota Multi Level Marketing [MLM] ini tidak menginginkan produknya, akan tetapi tujuan utama mereka adalah penghasilan dan kekayaan yang banyak lagi cepat yan akan diperoleh setiap anggota hanya dengan membayar sedikit uang.

[2]. Harga produk yang dibeli sebenarnya tidak sampai 30% dari uang yang dibayarkan pada perusahaan Multi Level Marketing [MLM].

[3]. Bahwa produk ini biasa dipindahkan oleh semua orang dengan biaya yang sangat ringan, dengan cara mengakses dari situs perusahaan Multi Level Marketing [MLM] ini di jaringan internet.

[4]. Bahwa perusahaan meminta para anggotanya untuk memperbaharui keanggotaannya setiap tahun dengan diiming-imingi berbagai program baru yang akan diberikan kepada mereka.

[5]. Tujuan perusahaan adalah membangun jaringan personil secara estafet dan berkesinambungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada pada level atas (Up Line) sedangkan level bawah (Down Line) selalu memberikan nilai point pada yang berada di level atas mereka.

Berdasarkan ini semua, maka system bisnis semacam ini tidak diragukan lagi keharamannya, karena beberapa sebab yaitu :

[1]. Ini adalah penipuan dan manipulasi terhadap anggota

[2]. Produk Multi Level Marketing [MLM] ini bukanlah tujuan yang sebenarnya. Produk itu hanya bertujuan untuk mendapatkan izin dalam undang-undang dan hukum syar'i.

[3]. Banyak dari kalangan pakar ekonomi dunia sampai pun orang-orang non muslim meyakini bahwa jaringan piramida ini adalah sebuah permainan dan penipuan, oleh karena itu mereka melarangnya karena bisa membahayakan perekonomian nasional baik bagi kalangan individu maupun bagi masyarakat umum
Berdasarkan ini semua, tatkala kita mengetahui bahwa hukum syar'i didasarkan pada maksud dan hakekatnya serta bukan sekedar polesan lainnya. Maka perubahan nama sesuatu yang haram akan semakin menambah bahayanya karena hal ini berarti terjadi penipuan pada Allah dan RasulNya [1], oleh karena itu system bisnis semacam ini adalah haram dalam pandangan syar'i.

Kalau ada yang bertanya : Bahwasanya bisnis ini bermanfaat bagi sebagian orang. Jawabnya ; Adanya manfaat pada sebagian orang tidak bisa menghilangkan keharamannya, sebagaimana di firmankan oleh Allah Ta'ala.

Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah : Pada hakekatnya itu terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya [Al-Baqarah : 219]

Tatkala bahaya dari khamr dan perjudian itu lebih banyak daripada menfaatnya, maka keduanya dengan sangat tegas diharamkan.

Kesimpulannya :

Bisnis Multi Level Marketing [MLM] ini adalah alat untuk memancing orang-orang yang sedang mimpi di siang bolong menjadi jutawan. Bisnis ini adalah memakan harta manusia dengan cara yang bathil, juga merupakan bentuk spekulasi. Dan spekulasi adalah bentuk perjudian.

Diterjemahkan dari situs www.alhelaly.com

MAKANAN HARAM

Kalau kita bicara soal “perut”, tentu akan terlintas dalam benak kita “makanan”. Makanan yang kita makan pastilah yang proporsional dari segi gizi, tidak harus mewah. Karena Rasulullah saw sudah mejelaskan secara tegas, agar kita tidak makan dan minum secara berlebihan. Kita dituntut untuk makan makanan yang halal dan baik, sesuai tuntunan Al-Qur’an.
Pada uraian dibawah ini, disajikan tentang “makanan haram” yang saya salin dari situs http://www.almanhaj.or.id/ dan tidak dilakukan editing atas artikel yang dimaksud. Kepada penulis, kami mohon maaf karena tidak meminta izin terlebih dahulu. Tujuan kami hanyalah ingin menambah semarak syiar.

MAKANAN HARAM
Oleh Ustadz Abu Ubaidah Al-Atsari
Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa makanan mempunyai pengaruh yang dominant bagi diri orang yang memakannya, artinya : makanan yang halal, bersih dan baik akan membentuk jiwa yang suci dan jasmani yang sehat. Sebaliknya, makanan yang haram akan membentuk jiwa yang keji dan hewani. Oleh karena itulah, Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan yang haram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah baik, tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman : “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Dan firmanNya yang lain : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit : “Ya Rabbi ! Ya Rabbi! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram,dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya” [Hadits Riwayat Muslim no. 1015]

Allah juga berfirman.
“Artinya : Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” [Al-A’raf : 157]
Makna “ At-Thoyyibaat” bisa berarti lezat/enak, tidak membahayakan, bersih atau halal. [Lihat Fathul Bari (9/518) oleh Ibnu Hajar]
Sedangkan makan “Al-Khabaaits” bisa berarti sesuatu yang menjijikan, berbahaya dan haram. Sesuatu yang menjijikan seperti barang-barang najis, kotoran atau hewan-hewan sejenis ulat, kumbang, jangkrik, tikus, tokek/cecak, kalajengking, ular dan sebagainya sebagaimana pendapat Abu Hanifah dan Syafi’i. [Lihat Al-Mughni (13/317) oleh Ibnu Qudamah]. Sesuatu yang membahayakan seperti racun, narkoba dengan aneka jenisnya, rokok dan sebagainya. Adapun makanan haram seperti babi, bangkai dan sebagainya.
KAIDAH PENTING TENTANG MAKANAN
Sebelum melangkah lebih lanjut, perlu kita tegaskan terlebih dahulu bahwa asal hukum segala jenis makanan baik dari hewan, tumbuhan, laut maupun daratan adalah halal. Allah berfirman.

“Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” [Al-Baqarah : 168]
Tidak boleh bagi seorang untuk mengharamkan suatu makanan kecuali berlandaskan dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih. Apabila seorang mengharamkan tanpa dalil, maka dia telah membuat kedustaan kepada Allah, Rabb semesta alam. FirmanNya.
“Artinya : Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan lebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [An-Nahl : 116]
MAKANAN HARAM
Karena asal hukum makanan adalah halal, maka Allah tidak merinci dalam Al-Qur’an satu persatu, demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya. Lain halnya dengan makanan haram, Allah telah memerinci secara detail dalam Al-Qur’an atau melalui lisan rasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Allah berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” [Al-An’am : 119]
Perincian penjelasan tentang makanan haram, dapat kita temukan dalam surat Al-Maidah ayat 3 sebagai berikut ;
“Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya” [Al-Maidah : 3]

Dari ayat di atas dapat kita ketahui beberapa jenis makanan haram yaitu :
[1]. BANGKAI
Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sebagai berikut.
[a].Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.
[b].Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
[c]. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati
[d]. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir]

Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits.
“Artinya : Dari Ibnu Umar berkata: " Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa." [Shahih. Lihat takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11]
Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda.
"Artinya : Laut itu suci airnya dan halal bangkainya" [Shahih. Lihat takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11]
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no. 480): "Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: "Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: "Laut itu suci airnya dan halal bangkainya" [Hadits Riwayat Daraqutni : 538]
Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. [Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi]

[2]. DARAH
Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya :

"Artinya : Atau darah yang mengalir" [Al-An'Am : 145]
Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24]

Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih. Semuanya itu hukumnya halal. Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: " Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama' yang mengharamkannya". [Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan]

[3]. DAGING BABI
Babi, baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama.
Hikmah pengharamannya karena babi adalah hewan yang sangat menjijikan dangan mengandung penyakit yang sangat berbahaya. Oleh karena itu,makanan kesukaan hewan ini adalah barang-barang yang najis dan kotor. Daging babi sangat berbahaya dalam setiap iklim, lebih-lebih pada iklim panas sebagaimana terbukti dalam percobaan. Makan daging babi dapat menyebabkan timbulnya satu virus tunggal yang dapat mematikan. Penelitian telah menyibak bahwa babi mempunyai pengaruh dan dampak negatif dalam masalah iffah (kehormatan) dan kecemburuan sebagaimana kenyataan penduduk negeri yang biasa makan babi. Ilmu modern juga telah menyingkap akan adanya penyakit ganas yang sulit pengobatannya bagi pemakan daging babi. [Dari penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagaimana dalam Fatawa Islamiyyah 3/394-395]

[4]. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH
Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
[5]. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS
Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta, sapi dan lain sebagainya, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.

Al-Mauqudhah, Al-Munkhaniqoh, Al-Mutaraddiyah, An-Nathihah dan hewan yang diterkam binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar'i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.
[6]. BINATANG BUAS BERTARING
Hal ini berdasarkan hadits :
"Artinya : Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan" [Hadits Riwayat. Muslim no. 1933]

Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I'lamul Muwaqqi'in (2/118-119).

Maksudnya "dziinaab" yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa, anjing, macan tutul, harimau, beruang, kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan". [Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi]
Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. [Lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I'lamul Muwaqqi'in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani]
Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): "Saya tidak mengetahui persilangan pendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikian pula anjing, gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bukan pendapat orang....".
Para ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang buas yang haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan Syafi'i berdasarkan hadits.
"Artinya : Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: "Ya". Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. [Shahih. Hadits Riwayat Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa'i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507)]
Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I'lamul Muwaqqi'in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta'liqat Ar-Radhiyyah (3-28)
[7]. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM
Hal ini berdasarkan hadits.
"Artinya : Dari Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam" [Hadits Riwayat Muslim no. 1934]

Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234) "Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya". Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: "Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam."
[8]. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)
Hal ini berdasarkan hadits
"Artinya : Dari Jabir berkata: "Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda". [Hadits Riwayat Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941]
Dalam riwayat lain disebutkan begini.
"Artinya : Pada perang Khaibar, mereka meneyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda" [Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa'i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811]

Dalam hadits di atas terdapat dua masalah :
Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi'in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. [Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani]
Kedua : Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi'i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari Atha' bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: " Salafmu biasa memakannya (daging kuda)". Ibnu Juraij berkata: "Apakah sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan'ani]
[9]. AL-JALLALAH
Hal ini berdasarkan hadits.
"Artinya : Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki". [Hadits Riwayat. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih]
Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memakan jallalah dan susunya." [Hadits Riwayat. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189]

Dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya " [Hadits Riwayat Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648]
Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manusia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. [Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648]
Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: "Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya..."
Hukum jalalah adalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi'iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-'Ied dari para fuqaha' serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. [Lihat Fathul Bari (9/648)]
Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): "Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.". Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta'liqat Ar-Radhiyyah (3/32).


[10]. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA
Berdasarkan hadits .
"Artinya : Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis biawak). [Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma'rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam FathulBari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390)]
Benar terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhab baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu' (sampai pada nabi).

“Artinya : Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya." [Hadits Riwayat Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943]
Demikian pula hadits Ibnu Abbas dari Khalid bin Walid bahwa beliau pernah masuk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah Maimunah. Di sana telah dihidangkan dhab panggang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkehendak untuk mengambilnya. Sebagian wanita berkata : Khabarkanlah pada Rasulullah tentang daging yang hendak beliau makan !, lalu merekapun berkata : Wahai Rasulullah, ini adalah daging dhab. Serta merta Rasulullah mengangkat tangannya. Aku bertanya : Apakah daging ini haram hai Rasulullah? Beliau menjawab : “Tidak, tetapi hewan ini tidak ada di kampung kaumku sehingga akupun merasa tidak enak memakannya. Khalid berkata : Lantas aku mengambil dan memakannya sedangkan Rasulullah melihat. [Hadits Riwayat Bukhari no. 5537 dan Muslim no. 1946]
Dua hadit ini serta banyak lagi lainnya –sekalipun lebih shahih dan lebih jelas- tidak bertentangan dengan hadits Abdur Rahman bin Syibl di atas atau melazimkan lemahnya, karena masih dapat dikompromikan diantara keduanya.Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/666) menyatukannya bahwa larangan dalam hadits Abdur Rahman Syibl tadi menunjukkan makruh bagi orang yang merasa jijik untuk memakan dhab. Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bolehnya dhab, maka ini bagi mereka yang tidak merasa jijik untuk memakannya. Dengan demikian, maka tidak melazimkan bahwa dhab hukumnya makruh secara mutlak. [Lihat pula As-Shahihah (5/506) oleh Al-Albani dan Al-Mausu’ah Al-Manahi As-Syar’iyyah (3/118) oleh Syaikh Salim Al-Hilali]
[11]. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH
"Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam." [Hadits Riwayat Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz "kalajengking: gantinya "ular"]
Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): "Setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan" [Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu' Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi]

"Artinya : Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak" [Hadits Riwayat. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129) : "Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya".

[12]. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH
"Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad " [Hadits Riwayat Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916]

Imam syafi'i dan para sahabatnya mengatakan: "Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya." [Lihat Al-Majmu' (9/23) oleh Nawawi]
Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. [Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi]
"Artinya : Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuhnya” [Hadits Riwayat Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa'i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan Al-Albani]

Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafi'i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak. [Lihat pula Al-Majmu' (9/35), Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma'bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam]

[13]. BINATANG YANG HIDUP DI DUA ALAM
Sebagai penutup pembahasan ini, ada sebuah pertanyaan : “Adakah ayat Qur’an atau Hadits shahih yang menyatakan bahwa binatang yang hidup di dua alam haram hukum memakannya seperti kepiting, kura-kura, anjing laut dan kodok?”.
Jawab secara umum : Perlu kita ingat lagi kaidah penting tentang makanan yaitu asal segala jenis makanan adalah halal kecuali apabila ada dalil yang mengharamkannya. Dan sepanjang pengetahuan kami tiddak ada dalil dari Al-Qur'an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya "asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yangmengharamkannya. [Lihat pula “Soal jawab” Juz. 2 hal. 658 oleh Ustadz A Hassan dkk]

Adapun jawaban secara terperinci :
Kepiting - hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha' dan Imam Ahmad. [Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm]
Kura-kura dan Penyu - juga halal sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha', Hasan Al-Bashri dan fuqaha' Madinah. [Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84]
Anjing laut - juga halal sebagaimana pendapat Imam Malik, Syafi'i, Laits, Sya'bi dan Al-Auza'i [Lihat Al-Mughni 13/346]
Katak/kodok - hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas. Wallahu A’lam
Demikianlah pembahasan yang dapat kami sampaikan. Apabila benar, maka itu dari Allah dan apabila salah, maka hal itu karena kemiskinan penulis dari perbendaharaan ilmu yang mulia ini dan penulis menerima nasehat dan kritik pembaca semua.
[Disalin dari majalah Al Furqon, Edisi : 12 Tahun II/Rojab 1424. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat : Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jawa timur

PENTINGNYA HALAL DAN HARAM BAGI SEORANG MUSLIM

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Haram aja susah apalagi yang halal

Era globalisasi banyak berpengaruh pada kehidupan seorang muslim, sadar atau tidak sadar mereka terseret ke dalam arusnya. Sehingga dijumpai banyak orang menyatakan: “Yang haram aja susah apalagi yang halal.” Satu ungkapan yang menggambarkan rendahnya kondisi keimanan dan keyakinan mereka terhadap rahmat dan rizki Allah. Padahal Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan dengan sangat tandas sekali bahwa Allah akan mencukupkan rizki mereka dan tidak membebankan hal itu kepada pundak mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:

)وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ) (العنكبوت:60)

Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri.Allah-lah yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 29: 60)

dan firman-Nya

)مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ) (الذريات:57)

Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan.” (QS. 51:57)

Dalam dua ayat di atas jelaslah Allah sebagai pemberi rizki kepada semua makhluknya, lalu Ia mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghalalkan yang baik-baik dan mengharamkan yang buruk dan jelek bagi manusia, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْأِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ) (لأعراف:157)

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. 7:157)

Makanlah yang halal dan baik saja

Setelah mengetahui yang dihalalkan Allah adalah semua yang baik dan sebaliknya yang diharamkan semuanya pasti buruk, apalagi yang menjadi halangan menghindari yang haram dan hanya mengambil yang halal saja?

Tinggal kita laksanakan saja perintah Allah untuk memakan yang halal dan baik dan tidak mengikuti jejak dan ajakan syeitan yang mengajak kepada keburukan dan kesengsaraan. Allah berfirman:

)يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلالاً طَيِّباً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ) (البقرة:168)

Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan; karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. 2:168)

Karena hal ini merupakan wujud syukur kita kepada Allah yang telah memberikan rizki-Nya yang luas dan banyak. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya:

) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ) (البقرة:172)

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah.” (QS. 2:172)

Apabila kita bersyukur, Allah akan menambah anugerah-Nya. Jangan sekali-kali kita ingkar terhadap nikmat Allah dan melampaui batas, sebab jika kita ingkar terhadap nikmat Allah maka kebinasaan ada di hadapan kita.

Allah berfirman:

)كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَى) (طـه:81)

Makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.” (QS. 20:81)

Pentingnya makan yang halal dan bahaya makan yang haram

Permasalahan halal dan haram sangat penting sekali bagi seorang muslim, dan ini ditunjukkan langsung dengan pengaitan Allah Subhanahu wa Ta’ala antara makanan yang baik dengan amal shalih dan ibadah. Di dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para rasul dalam firman-Nya: ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’” (Qs. al-Mu’minun: 51). Dan Ia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (Qs. al-Baqarah: 172). Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut warnanya seperti debu mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdo’a: ‘Ya Rabb, Ya Rabb,’ sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?!”1

Dalam hadits di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa makanan yang dimakan seseorang mempengaruhi diterima dan tidaknya amal sholeh seseorang. Hal ini tentunya cukup membuat kita memberikan perhatiaan yang serius dan berhati-hati dalam permasalahan ini.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa amal tidak diterima dan tidak suci kecuali dengan memakan makanan yang halal. Sedangkan memakan makanan yang haram dapat merusak amal perbuatan dan membuatnya tidak diterima”2.

Hal ini sangat berbahaya sekali, perhatikan lagi sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain:

أَيَّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

"Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram maka Neraka lebih pantas baginya.”3

Mudah-mudahan hal ini membuat kita lebih berhati-hati. Wallahu Al Muwaffiq.

1 Dikeluarkan oleh Muslim dalam az-Zakaah no.1015, at-Tirmidzi dalam Tafsirul Qur’an no.2989,Ahmad dalam Baaqi Musnad al-Muktsriin no.1838, ad-Darimi dalam ar-Riqaaq no. 2717.

2 Jaami’ul’Uluum wal Hikam 1/260.

3 Bagian dari hadits yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam at-Targhiibu wa at-Tarhiib 3/17, awalnya, ”Hai Sa’d perbaikilah makananmu niscaya do’amu diterima.” al-Haitsami menyebutnya dalam al-Mujama’ 10/294, ia berkata, ”Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan pada sanadnya terdapat perawi yang saya belum mengenal mereka, adapun tambahan ini, shahih dengan banyak syahidnya dari Jabir dan Ka’b bin ‘Ujrah serta Abu Bakar ash-Shiddiiq sebagaimana dalam adh-Dha’ifah 3/293, dan dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dengan sepertinya dalam al-Jumu’ah no. 614 dari Ka’b bin ‘Ujrah pada sebahagian dari hadits panjang, lafazhnya, ”Sesungguhnya tidak berkembang daging yang tumbuh dari makanan yang haram kecuali Neraka yang lebih pantas baginya.” Abu ‘Isa berkata, ”Hadits ini hasan Gharib. Dan disahkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 501

disalin oleh imamrozalifathar, tanpa editing dari millis pengusahamuslim.com